![]() |
Gambar Ilustrasi Parkir |
Zonairwan.com,Yogya - Kota Pelajar adalah sebutan kota tercinta ini, terlihat dari banyaknya pelajar dari berbagai luar daerah yang berbondong-bondong untuk belajar di kota Yogyakarta ini. Banyak pendatang baik pelajar atau yang hanya ingin menikmati keindahan suasana Yogya yang penuh dengan kenyamanan, masyarakatnya yang ramah. sejalan dengan hal tersebut kini mulai mengusik dengan mahalnya
retribusi parkir di tempat umum yang harus mereka tanggung. Pengawasan dan manajemen perparkiran di Yogyakarta kemudian menjadi
permasalahan yang cukup serius untuk di jadikan sebagai bahan evaluasi
bagi otoritas berwenang.
Menurut
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 66 tahun 1993
tentang fasilitas parkir umum, pengertian dari parkir adalah Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat
sementara. Fasilitas Parkir di luar badan jalan adalah fasilitas parkir
kendaraan yang dibuat khusus yang dapat berupa taman parkir dan/atau gedung
parkir. Fasilitas Parkir untuk umum adalah fasilitas
parkir di luar badan jalan berupa gedung parkir atau taman parkir yang
diusahakan sebagai kegiatan usaha yang berdiri sendiri dengan menyediakan jasa
pelayanan parkir untuk umum.
Penyelenggaraan parkir yang ada di suatu daerah
diselenggarakan oleh 3 komponen yaitu pemerintah, Badan Hukum dan Warga Negara
Indonesia. Penyelenggaraan usaha ini harruslah memiliki ijin dan memenuhi
persyaratan. Dalam pengadaan fasilitas parkir dalam KM no 66 1993 juga
dijelaskan bahwa pelaku usaha juga harus melalui tahapan dan mempunyai
persyaratan antara lain
- memiliki nomor pokok wajib pajak;
- memiliki akte pendirian perusahaan untuk pemohon yang berbentuk badan hukum Indonesia atau
- tanda jati diri untuk pemohon warga negara Indonesia;
- memiliki surat izin tempat usaha (SITU)
- memiliki atau menguasai areal tanah yang luasnya sesuai dengan rencana kapasitas parkir kendaraan yang akan disediakan.
![]() |
Gambar Ilustrasi karcis Parkir |
Realitas di Lapangan
Sekalipun telah diatur dengan tegas (das sollen), pada praktiknya (das sein)
pengelolaan parkir di tempat umum ini ibarat langit dan bumi. Artinya,
tidak ada kesesuaian antara fakta di lapangan dengan standar normatif
sebagaimana yang telah diatur dalam Perda. Sehingga di titik inilah
timbul permasalahan.
Permasalahan tersebut secara garis besar dapat kita bagi atas tiga hal: Pertama, pada aspek buruknya moralitas aparatur di lapangan; Kedua,
pada aspek pengawasan. Pada aspek buruknya moralitas aparatus di
lapangan, tidak terlalu sulit untuk kita temukan. Sudah menjadi rahasia
umum di Yogyakarta, dimana pun tempatnya, para Juru Parkir sering tidak
memberikan karcis parkir resmi sebagaimana kewajibannya. Jika pun
memberikan, bentuknya berupa karcis parkir usang yang telah dipakai. Di
samping itu, di beberapa tempat, terdapat pula Juru Parkir yang meminta
bayaran yang melebihi biaya yang semestinya. Hal semacam ini di perburuk
dengan keberadaan juru parkir liar yang beroperasi di tempat-tempat
tertentu yang memungut tarif di atas ketentuan yang berlaku sesuai
dengan perda yang ada.
Pada aspek pengawasan, meskipun Perda ini telah memberikan kewenangan
yang cukup besar pada Walikota Yogyakarta atau pejabat yang ditunjuk
(Dinas Perhubungan Kota) untuk mengawasi keberlanjutan Perda ini, baik
untuk memberikan sanksi administratif maupun pidana (Pasal 28). Pada
praktiknya, otoritas yang diberikan kepada Walikota atau pejabat yang
ditunjuk sebagai penanggung jawab, seakan tumpul. Tidak banyak yang
dapat kita amati, signifikansi peranan Walikota atau pejabat yang
ditunjuk untuk mengawasi pelaksanaan atau pelanggaran terhadap Perda
ini.
Dari kedua permasalahan tersebut, sebenarnya bukan permasalahan yang
asing dalam perparkiran di Yogyakarta. Tanpa adanya Perda yang baru
tersebut, kedua permasalahan itu telah lama muncul. Terlebih pada aspek
pengawasan. Perda No 19 tahun 2002 tentang Retribusi Parkir di Jalan
Umum sebagai landasan hukum yang lama, juga telah memberikan kewenangan
yang sama kepada Walikota untuk melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan parkir di Yogyakarta. Namun dalam praktiknya, fungsi
pengawasan ini juga tidak berjalan dengan optimal.
Contoh Kasus
Kita ambil saja
contoh ketika teman saya pergi 0 km kota jogjakarta maka langsung memarkirkan
kendaraan dan diberikan sebuah karcis. Dalam karcis itu jelas tertulis bahwa
tarif parkirnya adalah Rp 1.000, namun ketika kembali untuk membayar tukang
parkir menyebutkan angka yang berbeda yaitu Rp 2.000. Kasus lain juga pernah
terjadi ketika seorang teman kehilangan helm di tempat parkiran dan disitu para
penjaga tempat parkir yang ada tidak mau bertanggung-jawab. Pernah
suatu saat teman saya berhenti di pinggir badan jalan untuk mengantar seorang
teman membeli sesuatu, akan tetapi ketika mau pergi seorang tukang parkir
mendekat dan memungut kepada kami. Padahal dalam keadaan motor mash dijaga
pribadi. Kasus lain adalah ketika saya pernah mengamati sendiri beberapa kali ketika hari libur banyak wisatawan berkunjung, banyak juga di titik sudut kota Yogya ini yang sering memanfaatkan kesempatan ini, dikarcis bertuliskan tarif parkir Rp.1000,- untuk sepeda motor namun tukang parkir malah meminta Rp.5000,- untuk tarif mobil tarif parkir Rp.5000,- menjadi 30.000,-. sungguh sangat disayangkan kejadian seperti ini menimpa di kota tercinta jogja kita.
Contoh kasus diatas merupakan
suatu tindakan yang sangat merugikan bagi konsumen. Jika kita merujuk kepada
kasus diatas maka ada 3 hak konsumen yang tidak dipenuhi. Karena dalam UU nomer
8 tahun 1999 menyebutkan bahwa hak seorang konsumen antara lain : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; hak atas informasi yang
benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau
jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya.”
Beberapa Pasal yang dapat dijadikan acuan bila kita merasa dirugikan oleh pengelola parkir :
Beberapa Pasal yang dapat dijadikan acuan bila kita merasa dirugikan oleh pengelola parkir :
Berdasarkan Putusan MA No 3416/Pdt/1985, majelis hakim berpendapat bahwa perparkiran merupakan perjanjian penitipan barang. Oleh karena itu, hilangnya kendaraan milik konsumen menjadi tanggung jawab pengusaha parkir.
Pasal 1706 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) mengatakan:
“Penerima titipan wajib memelihara barang titipan itu dengan sebaik-baiknya seperti memelihara barang-barang kepunyaan sendiri.”
Selain itu dalam Pasal 1367 KUHPer disebutkan bahwa:
“Seseorang
tidak hanya bertanggung jawab, atas kerugian yang disebabkan
perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan
perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau
disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.”
Walaupun pengelola parkir telah memberitahu pengunjung untuk mengunciganda kendaraannya, hal itu sifatnya hanyalah
himbauan dan tidak menghilangkan tanggung jawab pemilik tempat parkir
untuk menjaga kendaraan yang diparkir.
Semoga sedikit uraian diatas menjadikan kita bijak dalam menyikapi realita parkir yang ada dikota yogyakarta tercinta ini.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. (ISD)