
Pengertian Mekanisme Pertahanan Diri
Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan (2009:212) berpendapat bahwa
mekanisme pertahanan diri dapat diartikan sebagai respon yang tidak
disadari yang berkembang dalam kepribadian individu dan menjadi menetap,
sebab dapat mereda ketegangan dan frustasi, dan dapat memuaskan
tuntutan-tuntutan penyesuaian diri.
Orang yang melakukan mekanisme pertahanan ini seolah-olah tidak
mengalami kegagalan, menutupi kegagalan,atau menutupi kelemahan dirinya
sendiri dengan cara-cara atau alasan-alasan tertentu.
Sebagian dari cara individu mereduksi perasaan tertekan, kecemasan, stress atau pun konflik adalah dengan melakukan mekanisme pertahanan diri
baik yang ia lakukan secara sadar atau pun tidak. Hal ini sesuai dengan
pendapat dikemukakan oleh Sigmund Freud: "Such defense mechanisms are
put into operation whenever anxiety signals a danger that the original
unacceptable impulses may reemerge." (Microsoft Encarta Encyclopedia
2002)
Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri (defence mechanism)
untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi si individu dari
kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan. Pada dasarnya
strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif bahaya dan hanya
mengubah cara individu mempersepsi atau memikirkan masalah itu. Jadi,
mekanisme pertahanan diri melibatkan unsur penipuan diri.
Istilah
mekanisme bukan merupakan istilah yang paling tepat karena menyangkut
semacam peralatan mekanik. Istilah tersebut mungkin karena Freud banyak
dipengaruhi oleh kecenderungan abad ke-19 yang memandang manusia sebagai
mesin yang rumit. Sebenarnya, kita akan membicarakan strategi yang
dipelajari individu untuk meminimalkan kecemasan dalam situasi yang
tidak dapat mereka tanggulangi secara efektif. Tetapi karena “mekanisme
pertahanan diri” masih merupakan istilah terapan yang paling umum maka
istilah ini masih akan tetap digunakan.
Berikut ini beberapa mekanisme pertahanan diri
yang biasa terjadi dan dilakukan oleh sebagian besar individu, terutama
para remaja yang sedang mengalami pergulatan yang dahsyat dalam
perkembangannya ke arah kedewasaan. Dari mekanisme pertahanan diri
berikut, diantaranya dikemukakan oleh Freud, tetapi beberapa yang lain
merupakan hasil pengembangan ahli psikoanalisis lainnya.
Represi
Represi
didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustrasi,
tekanan, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang
menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan
itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya
terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai
bukti akan adanya represi. Tetapi represi juga dapat terjadi dalam
situasi yang tidak terlalu menekan. Bahwa individu merepresikan
mimpinya, karena mereka membuat keinginan tidak sadar yang menimbulkan
kecemasan dalam dirinya. Sudah menjadi umum banyak individu pada
dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya. Beberapa bukti,
misalnya:
1. Individu
cenderung untuk tidak berlama-lama untuk mengenali sesuatu yang tidak
menyenangkan, dibandingkan dengan hal-hal yang menyenangkan. Individu
akan membuang memori tentang hal tidak menyenangkan dari otaknya.
2. Berusaha sedapat mungkin untuk tidak melihat gambar dan mengingat-inget kejadian yang menyesakkan dada.
3. Lebih sering mengkomunikasikan berita baik daripada berita buruk.
4. Lebih mudah mengingat hal-hal positif daripada yang negatif.
5. Lebih sering menekankan pada kejadian yang membahagiakan dan enggan menekankan yang tidak membahagiakan.
Supresi
Supresi
merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan
menjaga agar impuls-impuls dan dorongan-dorongan yang ada tetap terjaga
(mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi tetapi
mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan
ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada
tugas, ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi) tetapi
umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan
(represi)
Reaction Formation (Pembentukan Reaksi)
Individu
dikatakan mengadakan pembentukan reaksi adalah ketika dia berusaha
menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara
represi atau supresi), dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan
dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini individu tersebut dapat
menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk
menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan. Kebencian,
misalnya tak jarang dibuat samar dengan menampilkan sikap dan tindakan
yang penuh kasih sayang, atau dorongan seksual yang besar dibuat samar
dengan sikap sok suci, dan permusuhan ditutupi dengan tindak kebaikan.
Fiksasi
Dalam
menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada suatu situasi menekan
yang membuatnya frustrasi dan mengalami kecemasan, sehingga membuat
individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan
membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya.
Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap
perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu
yang sangat tergantung dengan individu lain merupakan salah satu contoh
pertahan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi
mandiri. Pada remaja dimana terjadi perubahan yang drastis seringkali
dihadapkan untuk melakukan mekanisme ini.
Regresi
Regresi
merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi
frustrasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Ini dapat pula terjadi bila
individu yang menghadapi tekanan kembali lagi kepada metode perilaku
yang khas bagi individu yang berusia lebih muda. Ia memberikan respons
seperti individu dengan usia yang lebih muda (anak kecil). Misalnya anak
yang baru memperoleh adik,akan memperlihatkan respons mengompol atau
menghisap jempol tangannya, padahal perilaku demikian sudah lama tidak
pernah lagi dilakukannya.
Regresi
barangkali terjadi karena kelahiran adiknnya dianggap sebagai sebagai
krisis bagi dirinya sendiri. Dengan regresi (mundur) ini individu dapat
lari dari keadaan yang tidak menyenangkan dan kembali lagi pada keadaan
sebelumnya yang dirasakannya penuh dengan kasih sayang dan rasa aman,
atau individu menggunakan strategi regresi karena belum pernah belajar
respons-respons yang lebih efektif terhadap problem tersebut atau dia
sedang mencoba mencari perhatian
Menarik Diri
Reaksi ini
merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap. Bila individu menarik
diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan apapun. Biasanya
respons ini disertai dengan depresi dan sikap apatis.
Mengelak
Bila
individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus menerus,
individu cenderung untuk mencoba mengelak. Bisa saja secara fisik mereka
mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung.
Denial (Menyangkal Kenyataan)
Bila
individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau
menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka
sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri.
Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri.
Fantasi
Dengan
berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering merasa
mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa
yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan yang
mengakibatkan frustrasi. Individu yang seringkali melamun terlalu banyak
kadang-kadang menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih menarik dari
pada kenyataan yang sesungguhnya.
Tetapi bila
fantasi ini dilakukan secara proporsional dan dalam pengendalian
kesadaraan yang baik, maka fantasi terlihat menjadi cara sehat untuk
mengatasi stres, dengan begitu dengan berfantasi tampaknya menjadi
strategi yang cukup membantu
Rasionalisasi
Rasionalisasi
sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari alasan
yang dapat diterima secara sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan
perilakunya yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu
dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik,
atau yang baik adalah yang buruk.
Intelektualisasi
Apabila
individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia menghadapi
situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat menekan dengan
cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan
kata lain, bila individu menghadapi situasi yang menjadi masalah, maka
situasi itu akan dipelajarinya atau merasa ingin tahu apa tujuan
sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat dengan persoalan tersebut
secara emosional. Dengan intelektualisasi, manusia dapat sedikit
mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya, dan
memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau permasalah secara
obyektif.
Proyeksi
Individu
yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat cepat dalam
memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak dia sukai dan apa
yang dia perhatikan itu akan cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini
mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus
menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri. Dalam hal ini,
represi atau supresi sering kali dipergunakan pula.
Kesimpulan :
Mekanisme pertahanan diri yaitu respon yang tidak disadari yang
berkembang dalam kepribadian individu dan menjadi menetap, sebab dapat
mereda ketegangan dan frustasi, dan dapat memuaskan tuntutan-tuntutan
penyesuaian diri.
Dari ke 11 mekanisme pertahan diri, ada 7 mekanisme yang sering digunakan manusia, yaitu : Represi; Pembentukan Reaksi; Fiksasi; Pengalihan; Proyeksi; Rasionalisasi; Mengelak.
Daftar Pustaka
Syamsu Yusuf dan A.Juntika Nurihsan.2009.Landasan Bimbingan dan Konseling.,Bandung:PT.Remaja Rosdakarya.
Fatimah, Enung.2006.Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik).Bandung:Pustaka Setia